sahabatku pernah mengutip sebuah buku tentang cinta,
“Cinta karena Allahadalah cinta yang menyalurkan energi positif, energi yang dirasakan juga oleh orang-orang di sekitarnya,oleh alam sekitarnya. Cinta karena Allah adalah cinta yang terjaga dari hal-hal syubhat (apalagi haram) baik dalam mendapatkannya ataupun mengarunginya. Cinta yang memerdekakan jiwa,siap menerima perbedaan,siap untuk kehilangan, siap patah hati tanpa harus pura-pura. Tapi sebenarnya, ketika kita mencintai seseorang karena Allah, kita justru akan siap berbagi,siap mencintai pula apa-apa yang dicintai ‘kekasihnya’, mencintai kebaikan dan membuatnya menjadi baik pula.
Orang-orang yang saling mencintai karena Allah - sebagai saudara,sahabat,pasangan hidup- tidak pernah merasa patah hati berarut-larut. Sebab, dia tidak memaksakan kehendak dan keinginannya. Dia pandai menyimpan perasaannya, namun tidak pula berdusta. Kebesaran jiwanya tak terbatas…
Setiap kegagalan untuk mencintai dan dicintai, bukanlah alasan bainya utnuk berbalik menjadi benci.
Justru, itu semua menjadikannya semakin kuat dan tegar untuk kemudian semakin dekat dengan sang pemilik hatinya dan hati orang yang dicintainya itu: Sang Mahalembut, Maharomantis, Allah azza wa jalla.
Cinta karena Allah akan menambah banyak teman, saudara, sebab cinta yang seperti itu akan terus bersinergi, terus membelah, memberikan berkahnya. Cinta karena Allah adalah cinta yang ditempuh dengan ikhtiar yang bersih, bukan dengan menipu bahkan ‘merampok’, bukan dengan dengan cara-cara liar.
Orang-orang yang mencintai karena Allah akan ‘memetik bunga’ dari tangkainya dengan izin pemiliknya, bukan merebut atau mencurinya! Sebab, cinta karena Allah suci, maka hanya dengan cara yang suci pula cinta itu dapat memberikan ketentraman jiwa dan terhindar dari gejilak syahwat semata. Cinta itu…akan menjadikan orang-orang yang merasakan-Nya justru semakin menjaga dirinya dan diri orang-orang yang dicintainya. Tidak melakukan hal-hal yang membuat harga dirinya dan orang tercintanya hancur.
Cinta karena Allah adalah cinta yang memiliki keberanian luar biasa, yang bersumber pada penjagaan fitrah, penjagaan jiwa. Cinta itu memberi energi untuk berjuang, mencapai spiritualitas cinta yang bersumber pada kecintaan pada zat yang menciptakan makhluk hanif yang membuatnya…semakin mencintai penciptanya.
Hanya orang-orang yang teguh dan meneguhkan, hanif dan menghanifkan, cerdas dan mencerdaskan, dan orang-orang yang tetap istiqamah di dalam bingkai tuntunan-Nya, yang mengadukan semua rintihnya, azzam akan cintanya kepada sang Pemilik Rasa Agung yang dirasakannya. Hanya orang-orang seperti itulah, yang selalu dapat mengambil dan merasakan makna, hakikat dan kebesaran cinta karena Allah.”
(Kenapa harus Pacaran,hlm.246.Robi’ah Al Adawiyah).
Ternyata tidak mudah bukan?.Apa yang tertulis disana bisa jadi opini yang benar, bisa belum tepat, bisa jadi kurang atau bisa saja lebih dari cukup, tergantung bagaimana keluasan ilmu seseorang dalam menyikapinya. Sampai sekarangpun aku belum bisa memahaminya dengan baik. Terlebih melaksanakannya dengan baik pula. Jadi menurutku, mulai sekarang berhatihatilah membuat sebuah argumen “ aku mencintaimu karena 4w1”.Karena hal itu bukanlah hal mudah yang bisa dipelajari begitu saja. Bisa didapatkan tanpa bersusahpayah. Bisa didapatkan tanpa ketulusan mengarap ridhaNYA dengan cara cara yang baik.
Cinta yang tulus itu bukanlah yang dituai dalam perasaan “hampa“ akan kasihNYA. Dia tidak akan memberikan CintaNYA dalam hal yang memang tidak menghadirkan ridha karena melanggar apa yang telah ditetapkanNYA. Se-“membahagiakan” apapun hal itu. Tetap saja, Hampa.
Wallohualam.
*) sebuah tulisan yang juga ditujukan untuk menegur diri sendiri.
-Bintang-
nice
ReplyDelete